oleh

Apakah Gibah Membatalkan Puasa?

-Fiqih-1,884 views

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa gibah adalah perbuatan yang dilarang dalam syariat. Tetapi, apakah gibah membatalkan puasa? Mari kita simak pemembahasan mengenai hukum gibah yang dilakukan seorang yang sedang berpuasa berikut ini,

Apa Itu Gibah?

Definisi gibah terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ»

“Tahukah kalian apa itu gibah? Para sahabat menjawab; Allah dan RasulNya lebih mengetahui. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaengkau menyebutkan perkara yang dibenci saudaramu.”1

Imam Ibnul Atsir rahimahullah berkata (W 606 H),

“Gibah adalah menyebutkan kejelekan seseorang ketika ia sedang tidak ada, meskipun kejelekan tersebut memang ada padanya. Namun, ketika kejelekan itu tidak ada pada dirinya maka perbuatan tersebut disebut al-Buhtan.”2

Dalil yang Melarang Gibah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan az-zuur dan beramal dengannya, maka Allah tidak butuh dengan perbuatannya meninggalkan makan dan minum.”3

Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah berkata,

Az-zuur adalah seluruh ucapan yang menyimpang dari kebenaran. Karena az-zuur diambil dari kata al-Izwirar yang berarti penyimpangan. Sehingga caci maki, gibah, tuduhan palsu, kedustaan adalah ucapan az-zuur. Maka, setiap ucapan yang menyimpang dari kebenaran tergolong ucapan az-zuur.”4

Imam Badruddin al-‘Aini rahimahullah berkata (W 855 H),

“Imam at-Tirmidzi telah membuat bab untuk hadits ini dengan ucapannya; bab tentang larangan keras untuk melakukan gibah bagi orang yang berpuasa.”5

Imam Abul Hasan al-Mawardi asy-Syafi’i rahimahullah berkata (W 450 H),

“Adapun dusta, gibah, mencela dan mengadu domba semuanya terlarang. Hanya saja, larangan tersebut lebih ditekankan lagi bagi orang yang sedang berpuasa. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

‘Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36).”6

Apakah Gibah Membatalkan Puasa?

Berdasarkan hadits di atas para ulama berbeda pendapat mengenai hukum gibah saat berpuasa. Sebagian ulama berpendapat membatalkan puasa. Sedangkan jumhur ulama berpendapat tidak membatalkan puasa, meskipun hukumnya haram. Terlebih lagi, ketika gibah dilakukan pada bulan Ramadhan.

Imam Badruddin al-‘Aini rahimahullah berkata (W 855 H),

“Para ulama berselisih pendapat, apakah gibah, mengadu domba, dan berdusta membatalkan puasa. Jumhur ulama dari kalangan para imam berpendapat tidak membatalkan puasa, hanya saja menjauhi perbuatan tersebut di antara sebab sempurnanya ibadah puasa. Diriwayatkan dari imam ats-Tsauri rahimahullah bahwa beliau berpendapat gibah membatalkan puasa.”7

Imam Ahmad rahimahullah berkata –setelah disebutkan bahwa sebagian salaf berpendapat gibah membatalkan puasa,

“Kalau seandainya gibah membatalkan puasa maka tidak tersisa puasa untuk kita.”

Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah berkata,

“Ucapan Imam Ahmad ini benar, karena kalau seandainya kita berkata; sungguh ketika seseorang menggibahi orang lain, sama halnya dengan ia makan kurma. Niscaya tidak tersisa seorang yang puasanya sah kecuali sedikit. Karena mayoritas manusia pada zaman ini tidak peduli untuk menggibahi orang lain –kami meminta hidayah kepada Allah untuk kami dan mereka-.

Serta berdasarkan kaidah ahli fikih; pengharaman yang berbentuk umum tidak bisa membatalkan ibadah yang khusus. Berbeda dengan pengharaman yang berbentuk khusus, maka dapat membatalkan ibadah tersebut.”8

Ibnu Muflih al-Maqdisi rahimahullah berkata (W 763 H),

“Tujuan dari larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah agar pahala puasanya tidak dikurangi.”9

Setelah penjelasan di atas, jelaslah bahwa gibah tidak sampai membatalkan puasa. Namun masuk dalam ucapan az-zuur yang larangan melakukannya lebih ditekankan lagi ketika sedang berpuasa. Oleh karena itu kita harus tetap berhati-hati karena syariat Islam mengharamkan gibah. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita agar dapat menjaga lisan serta tidak berucap kecuali perkataan yang baik. Aamin.

LHL/IMM

Penulis: Lekat Hidayat

Referensi

  1. Taudihul Ahkam Min Bulughil Maram karya Abu Abdirrahman Abdullah bin Abdurrahman (W 1423 H).

  2. Al-Hawi al-Kabir karya Abul Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi (W 450 H).

  3. An-Nihayah Fil Gharibil Hadits Wal Atsar karya Abul Sa’adat al-Mubarak bin Muhammad al-Jazari Ibnul Atsir (H 606 H).

  4. ‘Umdatul Qari karya Badruddin al-‘Aini, Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad (W 855 H)

  5. Al-Furu’ karya Syamsuddin al-Maqdisi, Muhammad bin Muflih bin Muhammad (W 763 H)


Catatan kaki:

1 HR. Muslim no. 70/2589 dalam kitab shahihnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

2 An-Nihayah Fil Gharibil Hadits Wal Atsar (3/399)

«الغِيبَة» وَهُوَ أَنْ يُذكَرَ الْإِنْسَانُ فِي غَيْبَتِه بسُوء وَإِنْ كَانَ فِيهِ، فَإِذَا ذَكَرْتَه بِمَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ البَهْت والبُهْتان.

3 HR. al-Bukhari no. 1903, Abu Dawud no. 2362 dan selainnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

4 Fathu Zil Jalali Wal Ikram (3/204)

وقول الزور: قول قول مائل عن الحق؛ لأن الزور مأخوذة من الازورار وهو: الانحراف،فالشتم قول زور، والغيبة قول زور، القذف قول زور، والكذب قول زور، كل شيء مائل عن الحق من الاقوال فهو داخل في قول الزور،

5 ‘Umadatul Qari (10/276)

وَقد بوب التِّرْمِذِيّ على هَذَا الحَدِيث بقوله: بَاب مَا جَاءَ فِي التَّشْدِيد فِي الْغَيْبَة للصَّائِم

6 Al-Hawi al-Kabir (3/464)

قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ: وَأَمَّا الْكَذِبُ وَالْغِيبَةُ وَالشَّتْمُ وَالنَّمِيمَةُ، فَكُلُّ وَاحِدٍ مَمْنُوعٌ مِنْهُ غَيْرَ أَنَّ الصَّائِمَ بِالْمَنْعِ أَوْلَى لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {إنَّ عِدَّةَ الشُهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً) {التوبة: 36) إِلَى قوله: {مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أنْفُسَكُمْ) {التوبة: 36)

7 ‘Umdatul Qari (10/276)

وَاخْتلف الْعلمَاء فِي أَن الْغَيْبَة والنميمة وَالْكذب: هَل يفْطر الصَّائِم؟ فَذهب الْجُمْهُور من الْأَئِمَّة إِلَى أَنه لَا يفْسد الصَّوْم بذلك، وَإِنَّمَا التَّنَزُّه عَن ذَلِك من تَمام الصَّوْم. وَعَن الثَّوْريّ: إِن الْغَيْبَة تفْسد الصَّوْم

8 Fathu Zil Jalali Wal Ikram (3/205-206)

قال الامام أحمد وقد ذكرله عن بعض السلف أن الغيبة تفطر-: لَوْ كَانَتْ الْغِيبَةُ تُفْطِرُ لم يبق لَنَا صَوْمٌ وهذا صحيح ،لو قلنا: إن الإنسان إذا اغتاب رجلا فهو لو أكل تمرة لكان لا يبقى أحد صحيح الصوم إلا نادرا، لأن كثيرا من الناس اليوم نسأل الله لنا ولهم الهدايةلا يبالون بغيبة الناس، ولأن القاعدة عند عامة الفقهاء: أن التحريم إذا كان عاما فإنه لا يبطل العبادة بخلاف الخاص المحرم لخصوص العبادة يبطلها،

9 Al-Furu’ (5/27)

. قَالَ: وَالنَّهْيُ عَنْهُ لِيَسْلَمَ مِنْ نَقْصِ الْأَجْرِ وَمُرَادُهُ أَنَّهُ قَدْ يُكْثِرُ فَيَزِيدُ عَلَى أَجْرِ الصَّوْمِ وَقَدْ يَقِلُّ وَقَدْ يَتَسَاوَيَانِ