oleh

Apa itu Tauhid dan Kalimat tauhid?

Apa itu Tauhid dan Kalimat tauhid? Sesuatu yang sangat penting untuk dibahas. Karena pembahasan ini merupakan ilmu tentang pokok keyakinan seorang muslim yang tidak boleh seorangpun salah dalam memahaminya. Berikut kami ringkas pembahasahan tentang Apa itu Tauhid dan Kalimat tauhid.

Pengertian Tauhid

Secara etimologi (bahasa) Tauhid adalah menjadikan sesuatu menjadi satu saja.

Secara terminologi (Istilah) Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya, kafir (mengingkari) terhadap apa-apa yang disembah selain Allah serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.

Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman hanya kepada Allah saja.” (Al Mumtahanah : 4)

Kalimat Tauhid

Kalimat tauhid adalah kunci pintu surga. Tidak ada satu kuncipun melainkan mempunyai gerigi-gerigi yang harus sesuai dengan masing-masing pintunya. Sehingga jika seseorang membawa kunci yang bergerigi dengan gerigi yang benar maka pasti pintu itu akan terbuka untuknya.

Namun jika dia tidak mempunyai kunci yang bergerigi atau geriginya tidak sesuai dengan pintunya terlebih lagi jika tidak mempunyai kunci sama sekali maka pintu surga tidak akan terbuka untuknya.

Kalimat tauhid: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaha illallahu) adalah kunci surga dan mempunyai gerigi-gerigi yang sesuai dengan pintu surga, gerigi ini merupakan syarat kalimat tersebut, yaitu:

  1. Berilmu, dengan makna meniadakan kebodohan.

    Yang dimaksud adalah berilmu tentang makna dari kalimat tauhid yaitu meniadakan seluruh sesembahan selain Allah dan menetapkan hanya Allah saja sesembahan yang haq.
    Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ

    Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang patut diibadahi kecuali Allah (Muhammad: 19)
    Begitu juga dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ

    “Barangsiapa yang mati dalam keadaan dia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang patut diibadahi kecuali Allah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Muslim dalam shahihnya no. 26)

  2. Yakin dengan tanpa keraguan.

    Yaitu keyakinan tanpa keraguan terhadap kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. Hal tersebut tidak akan terwujud kecuali jika seorang yang mengucapkan persaksian tersebut dalam keadaan yakin terhadap persaksiannya.

    Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا

    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu” (Al Hujurat: 15)

    Untuk membuktikan kebenaran keimanannya, Allah memberikan syarat adanya keyakinan pada keimanannya ini. Karena orang yang ragu dalam keimanannya tidak lain hanyalah orang-orang munafiq –wal iyadzu billah- sebagaimana yang diterangkan dalam ayat-Nya:

    إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ

    “Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya”(At Taubah: 45)

    Adapun dalil dari sunnah adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ، فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

    “Barangsiapa yang menemuimu (Abu Hurairah) dari balik dinding ini (batas kebun) yang dia bersaksi laa ilaha illallah dalam keadaan hatinya yakin dengan syahadat tersebut, maka berilah kabar gembira kepadanya dengan surga.” (HR. Muslim dalam shahihnya no. 31 dari Abu Hurairah)

  3. Menerima kalimat tauhid tersebut dengan hati dan lisan tanpa penolakan.

    Yaitu menerima segala konsekuensi dari kalimat syahadat baik dengan hatinya maupun dengan lisannya.

    Tidak seperti kaum musyrikin yang tidak mau menerima konsekuensi kalimat tauhid yaitu meninggalkan sesembahan-sesembahan mereka.

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ [] وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ

    “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”” (ash-Shafat: 35-36)

    Adapun dalil dari hadits adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِيْنِ اللهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِيْ أَرْسَلْتُ بِهِ

    “Maka demikianlah permisalan bagi siapa yang paham terhadap agama Allah dan dapat mengambil manfaat dari apa-apa yang Allah mengutusku dengannya maka dia mengetahui dan mengajarkannya. Da permisalan bagi siapa yang tidak mengangkat kepalanya dengan hal itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya. (HR. Al Bukhari dalam shahihnya no. 79 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu)

  4. Tunduk dan berserah diri dengan apa yang ditunjukkan oleh kalimat tersebut.

    Yaitu tunduk dan menerima konsekwensi-konsekwensi kalimat لا إله إلا الله .

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ

    “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allahlah kesudahan segala urusan.” (Luqman: 22)

  5. Jujur yang meniadakan kedustaan.

    Hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan mengucapkannya secara jujur dari dalam hatinya. Maka jika mengucapkan syahadat dengan lisannya akan tetapi tidak dibenarkan oleh hatinya berati dia adalah munafiq, pendusta.

    Allah berfirman:

    الم()أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ [] وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

    “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut: 1-3)

    Dan sabda Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam :

    مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ

    Tidaklah dari salah seorang di antara kalian yang bersaksi bahwasanya tidak ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari lubuk hatinya, kecuali Allah akan mengharamkannya dari api neraka. (HR. Al Bukhari dalam shahihnya no. 128 dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)

  6. Ikhlas.

    Yaitu keikhlasan yang bermakna memurnikan, maka apabila ibadahnya diberikan pula kepada selain Allah, maka hilanglah keikhlasan dan jatuh ke dalam kesyirikan.

    Maka keikhlasan harus meniadakan bentuk amalan kesyirikan, kemunafiqan, riya’ dan sum’ah.

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

    Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama kepada-Nya. (az-Zumar: 2)

    وَمَآ أُمِرُوآ إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ibadah kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (al-Bayyinah: 5)
    dan dalam hadits:

    أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إَلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

    Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atku di hari kiamat adalah seseorang yang berkata laa ilaha illallahu dengan ikhlas dari lubuk hatinya. (HR. ِAl Bukhari dalam shahihnya no. 199 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

  7. Cinta.

    Yaitu kecintaan kepada Allah terhadap kalimat syahadat ini serta terhadap konsekwensi-konsekwensinya, terhadap orang-orang yang mengamalkannya dan berpegang teguh dengan syarat-syaratnya serta benci terhadap perkara-perkara yang membatalkan syahadat. Sebagaimana firman-Nya:

    وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

    Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (alBaqarah: 165)

    dan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam :

    ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

    “Barangsiapa yang ada padanya tiga perkara ini maka ia akan mendapatkan manisnya keimanan. Yakni jika ia lebih mencintai Allah dan rasul-Nya daripada selain keduanya, dan jika mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan benci pada kekafiran sebagaimana kebenciannya untuk dilemparkan ke dalam api neraka. (HR. ِAl Bukhari dalam shahihnya no. 16 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).

  8. Mengingkari thaghut (semua sesembahan yang disembah selain Allah dalam kondisi sesembahan tersebut ridho dirinya disembah).

    Yaitu segala sesuatu yang diibadahi selain Allah. Bentuk-bentuknya bisa bermacam-macam, bisa dalam bentuk jin, manusia ataupun pohon-pohonan dan hewan-hewan.

    Thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan manusia keluar dari batas kehambaannya kepada Allah apakah dalam bentuk matbu’ (panutan), ma’bud (sesembahan) atau mutha’ (yang ditaati). Atau dengan kata lain sesuatu yang menyebabkan seseorang kufur dan syirik.

    Maka pimpinan yang harus diingkari pertama adalah setan, kemudian dukun-dukun yang datang pada mereka setan-setan, kemudian semua yang diibadahi selain Allah dalam keadaan ridha bahkan mengajak manusia untuk beribadah kepada dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

    Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Baqarah: 256)

    Dan dalam hadits:

    مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مَنْ دُونِ اللهِ، حَرُمَ مَالُهُ، وَدَمُهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ

    Barangsiapa yang berkata laa ilaha illallahu dan mengingkari terhadap apa-apa yang diibadahi selain Allah, maka haram harta dan darahnya. Adapun perhitungannya ada pada sisi Allah (HR. Muslim dalam shahihnya no. 23).

Jika kita mempunyai kunci dengan gerigi tersebut maka Allah juga akan memberikan keamanan dan petunjuk. Sebagaimana Firman Allah:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al An’am:82)

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *