oleh

Apa Itu Ilmu Nujum? Bolehkah Mempelajarinya?

Ilmu Nujum adalah ilmu yang mempelajari tentang bintang, yang sekarang sering diistilahkan dengan ilmu Astronomi dan Astrologi. Kedua istilah tersebut mempunyai tujuan dan hukum yang berbeda.

Mempelajari Ilmu Nujum (ilmu perbintangan) memiliki banyak sekali manfaat. Namun, di samping itu juga memiliki banyak mudhorot (keburukan). Ada yang diperbolehkan dan dihasung oleh syariat, ada pula yang dilarang keras dan haram mempelajarinya. Semua tergantung dengan tujuan dan maksud orang yang mempelajari ilmu nujum itu sendiri.

Pembagian Jenis Ilmu Nujum dan Hukum Mempelajarinya

Perlu diketahui bersama bahwa mempelajari ilmu perbintangan ada dua macam:

Pertama: Ilmu at-Ta’tsir. Dan yang kedua: Ilmu at-Tasyir. Yang mana masing-masing dari keduanya memiliki hukum tersendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Apa Itu Ilmu at-Ta’tsir?

Adapun Ilmu at-ta’tsir adalah seseorang mempelajari ilmu Astrologi (Ilmu perbintangan) dengan maksud dan tujuan untuk meramal nasib, beranggapan bahwa bintang-bintang sebagai penyebab terjadinya sebuah peristiwa di alam ini dan perkara gaib lainnya.

Mungkin tak asing di tengah-tengah kaum muslimin mitos terkait bintang-bintang seperti Leo, Sagitarius, Gemini, dll, dengan anggapan-anggapan tertentu tentangnya. Apakah anggapan tersebut dibenarkan?
Sebagai contoh: Jika seorang lahir pada bintang Leo, maka dia akan memiliki karakter demikian dan demikian, nasib dia akan demikian dan demikian, jodoh yang cocok untuknya adalah yang lahir pada bintang demikian dan yang lainnya.

Hukum mempelajari ilmu perbintangan model semacam ini haram dan merupakan bentuk kesyirikan, karena itu sama saja dengan ia mengaku berserikat bersama Allah subhanahu wa ta’ala dalam mengetahui ilmu gaib yang hanya Dia saja lah yang mengetahuinya.

Masuk cakupan hukum ini pula, seseorang membenarkan dan percaya dengan orang yang mengaku mengetahui hal gaib.

Semua itu merupakan kesyirikan yang dapat meniadakan Tauhid. Karena dirinya meyakini hal yang semestinya tidak boleh ia yakini dan adanya ketergantungan hati kepada selain Allah subhanahu wa Ta’ala. 1

Dan mempelajari Ilmu Nujum (Astrologi) model semacam ini merupakan dosa besar, karena termasuk mempelajari ilmu sihir.

al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan:2 “Sesungguhnya Ilmu at-Ta’tsir itu batil dan haram (mempelajarinya), karena padanya terdapat sebuah hadits yang marfu’ (yang diandarkan) dari Nabi sallaullahu ‘alaihi wasallam, Beliau bersabda,

مَنِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ

“Barangsiapa yang mempelajari satu cabang dari ilmu nujum (ilmu at-Ta’tsir) berarti ia telah mempelajari salah satu cabang dari sihir.”3

Apa Itu Ilmu at-Tasyir?

Ilmu at-Tasyir adalah seseorang mempelajari Astronomi (Ilmu perbintangan) baik itu garis edar matahari, bulan, atau bintang-bintang dengan maksud dan tujuan untuk mengetahui arah kiblat, arah mata angin, petunjuk jalan atau untuk menghitung waktu dan memperkirakan musim-musim tertentu.

Hukum mempelajari ilmu Nujum (Astronomi) model semacam ini tidak mengapa dan diperbolehkan dalam syariat, bahkan syariat menghasung jika ilmu ini dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui dan menentukan waktu-waktu ibadah, atau sebagai petunjuk arah dan kiblat. 4

Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,

تَعَلَّمُوْا مِنَ النُّجُوْمِ مَا تَهْتَدُوْنَ بِهِ فِيْ بَرِّكُمْ وَبَحْرِكُمْ ثُمَّ امْسَكُوْا

“Pelajarilah ilmu nujum (perbintangan) sebatas kalian bisa menjadikannya sebagai petunjuk arah di daratan ataupun di lautan kemudian cukup.” 5

Diriwayatkan pula dari Mis’ar dari Muhammad bin Ubaidillah rahimahullah, beliau berkata, “Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu berkata,

تَعَلَّمُوْا مِنَ النُّجُوْمِ مَا تَعْرِفُوْنَ بِهِ القِبْلَةَ وَالطَّرِيْقَ

“pelajarilah Ilmu Nujum(perbintangan) sebatas kalian bisa mengetahui di mana arah kiblat dan arah jalan.”6

al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

كَانَ النَّخَعِيْ لَا يَرَى بَأْساً أَن يَتَعَلَّمَ الرَّجُلُ مِنَ النُّجُوْمِ مَا يَهْتَدِيْ بِهِ

“Ibrohim an-Nakha’i memperbolehkan seseorang untuk belajar ilmu perbintangan sebatas untuk mengetahui petunjuk arah.” 7

Bahkan al-Imam Harb rahimahullah menukilkan dari al-Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahuyah rahimahullah, bahwa beliau memberi rukhsoh (dispensasi) bagi seseorang untuk mempelajari ilmu peredaran bulan8. 9

Dan al-Imam Ishaq rahimahullah menambahi,

يَتَعَلَّمُ مِنْ أَسْمَاءٍ النُّجُوْمِ مَا يَهْتَدِيْ بِهِ

“Tak mengapa seseorang mempelajari nama-nama bintang sebagai petunjuk arah baginya.”10

Penjelasan di atas memudahkan kita untuk membedakan dua jenis ilmu Nujum, baik yang dibolehkan seperti astronomi dan yang dilarang dalam syariat Islam seperti astrologi. Ilmu Nujum astrologi dapat merusak dan meniadakan tauhid maka sudah sepantasnya untuk dijauhi.  USN-JFR

Penulis: Usamah Najib

Referensi:

  1. Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf. Karya Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah
  2. Al-Qaulu as-Sadid Syarah Kitabu at-Tauhid. Karya al-Mufassir as-Si’di rahimahullah

 

Footnotes

  1. Diintisarikan dari kitab al-Qaulu as-Sadid Syarah Kitabu at-Tauhid hlm. 108

    نوع يسمى علم التأثير: وهو الاستدلال بالأحوال الفلكية على الحوادث الكونية، فهذا باطل ودعوى لمشاركة الله في علم الغيب الذي انفرد به، أو تصديق لمن ادعى ذلك، وهذا ينافي التوحيد لما فيه من هذه الدعوى الباطلة، ولما فيه من تعلق القلب بغير الله، ولما فيه من فساد العقل لأن سلوك الطرق الباطلة وتصديقها من مفسدات العقول والأديان

  2. Dinukil dari Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 35.

    فان علم التأثير باطل محرم وفيه ورد الحديث المرفوع ومن اقتبس شعبة من النجوم فقد اقتبس شعبة من السحر

  3. Dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 3905, dan dishahihkan oleh an-Nawawi dalam al-Fatawa no. 165
  4. Diintisarikan dari kitab al-Qaulu as-Sadid Syarah Kitabu at-Tauhid hlm. 108

    النوع الثاني: علم التسيير: وهو الاستدلال بالشمس والقمر والكواكب على القبلة والأوقات والجهات، فهذا النوع لا بأس به، بل كثير منه نافع قد حث عليه الشارع، إذا كان وسيلة إلى معرفة أوقات العبادات، أو إلى الاهتداء به في الجهات

  5. Dinukil dari Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 33 dan kitab an-Nujum. Karya al-Khatib (3/34).
  6. Dinukil dari Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 33
  7. Dinukil dari Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 34 dikeluarkan pula oleh Ibnu Abdil al-Bar dalam al-Jami’ (2/39) dengan sanad yang Jayyid (bagus).
  8. Meskipun di sana ada juga yang mengingkari kebolehan tentang mempelajari ilmu peredaran bulan, seperti; al-Imam Qotadah dan Ibnu Uyainah. Sebagaimana disebutkan Ibnu Rajab dalam Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 34
  9. Dinukil dari Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 34

    ورخص في تعلم منازل القمر أحمد وإسحق

  10. Dinukil dari Fadhlu Ilmi as-Salaf Ala Ilmi al-Kholaf hlm. 34