oleh

Akhlak Mulia, Pembagian dan Cara Meraihnya

Akhlak mulia mendapatkan perhatian lebih dari agama ini. Begitu tinggi kedudukan akhlak mulia. Hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dalam rangka menyempurnakan akhlak yang mulia. Sungguh seorang yang telah berakhlak mulia Allah janjikan dengan surga yang penuh kenikmatan.

Definisi Akhlak

Bentuk manusia terbagi menjadi dua,

  1. Bentuk lahir/ jasmani, semisal bentuk wajah, warna kulit, dan semisalnya.
  2. Perilaku batin/ rohani, dan inilah yang disebut akhlak.

Akhlak adalah: “Bentuk batin yang manusia bertabiat dengannya”. Sebagaimana yang kita ketahui, baik bentuk lahir manusia ada yang baik/ bagus, jelek dan pertengahan antara keduanya. Begitu juga dengan akhlak yang merupakan bentuk batin manusia, juga ada yang baik, jelek dan pertengahan antara keduanya.

Akhlak seorang insan bisa muncul dari tabiat aslinya atau bisa didapatkan melalui upaya. Maka, ada manusia yang sudah ditabiatkan dengan akhlak yang baik, dan ada pula yang memperoleh akhlak yang baik tersebut melalui usaha dan latihan. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada sahabat al-Asyaj Abdul Qois:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ: الْحِلْمَ وَالْأَنَاةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا تَخَلَّقْتُهُمَا، أَوْ جَبَلَنِي اللَّهُ عَلَيْهِمَا؟ قَالَ: «بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا» . قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خُلُقَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُه

“Sesungguhnya padamu terdapat dua perangai yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya cintai, sifat tenang dan kehati-hatian. Sahabat al-Asyaj bertanya: Wahai Rasulullah apakah dua akhlak ini merupakan akhlak yang bisa aku upayakan (itu adalah tabiat) atau anugerah Allah?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Allah lah yang telah menganugerahinya kepadamu. Sahabat Asyaj pun menimpali, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahiku dua perangai yang Allah dan rasul-Nya cintai”1
Hadits ini merupakan dalil yang menjelaskan bahwa akhlak mulia bisa muncul dari tabiat asli yang telah dianugerahkan oleh Allah dan bisa juga didapatkan dari upaya seseorang untuk mendapatkannya melalui usaha dan latihan. Akan tetapi akhlak yang berasal dari tabiat asli itu lebih mulia. Karena pemiliknya pasti akan senantiasa berakhlak mulia tanpa harus dilatih atau dipaksa. Ini merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Adapun bagi yang belum diberi tabiat berakhlak mulia, jangan putus asa, ia bisa berusaha dan berlatih untuk mendapatkannya.

Akhlak Mulia Kepada Allah

Mayoritas manusia menyangka bahwa akhlak mulia itu semata-mata diperuntukkan hanya dalam bermuamalah kepada sesama manusia. Padahal sejatinya akhlak mulia sebagaimana di dalam bermuamalah dengan manusia, hal itu berkenaan juga dengan Sang Pencipta Manusia. Maka, penempatan akhlak yang baik dan mulia itu dalam bermuamalah dengan Sang Pencipta dan juga dalam bermuamalah dengan yang diciptakan-Nya (makhluk).

Lalu bagaimanakah kita berakhlak mulia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Sang Pencipta? Diantara beberapa bentuk berakhlak mulia kepada Allah adalah :

  1. Menerima dan membenarkan berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika seorang hamba menerima berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dari al-Quran maupun dari hadits-hadits Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam maka wajib baginya menerima dan membenarkannya, tanpa ada keraguan sedikitpun. Ini adalah bentuk akhlak mulia kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

“Siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah” (An Nisa’ : 87)

Jika seorang mukmin telah membenarkan berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam maka wajib pula baginya untuk membelanya dengan penuh keyakinan akan kebenarannya. Maka jika kita berakhlak dengan akhlak seperti ini, memungkinkan bagi kita untuk menolak semua syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang yang berpaling dari berita yang datang dari Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dari kalangan kaum muslimin yang membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak ada asalnya dari syariat, ataupun dari kalangan orang-orang kafir yang melemparkan syubhat ke dalam hati-hati kaum muslimin.

Misalnya: Berita tentang hari kiamat. Terkait surga dan neraka. Nikmat atau azab kubu. Takdir, berita dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa orang tertentu yang beliau sebut masuk surga atau neraka, atau berita-berita yang belum terjadi namun dengan wahyu dari Allah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan hal tersebut akan terjadi. Maka wajib bagi kita untuk membenarkan dan membelanya dengan menjelaskan kepada umat serta membantah kelompok yang ragu atau bahkan mengingkari hal tersebut.

  1. Menerima hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mewujudkannya dalam praktik amaliyah.

Menerima, merealisasikan dan tidak menolak hukum Allah juga adalah bentuk akhlak mulia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib dilakukan. Apabila ia menolak sedikit saja dari hukum-hukum Allah maka ini sebagai bentuk jeleknya akhlak dia kepada Allah, lebih dari itu, ini sebagai pertanda telah rusak imannya kepada Allah. Sama saja menolaknya karena hawa nafsu, gengsi dan sombong, atau sengaja bermudah mudahan meninggalkannya.

Misalnya: Hukum terkait berpuasa pada bulan ramadan. Tidak diragukan lagi, puasa merupakan amalan yang berat untuk dilakukan. Karena puasa mengharuskan untuk meninggalkan makan, minum dan pembatal pembatal puasa lainnya. Yang itu semua merupakan kesenangan hamba, dan cocok dengan hawa nafsunya. Namun bagi hamba yang beriman lagi berakhlak mulia kepada Allah akan terasa mudah dan ringan untuk diamalkan. Berbeda dengan orang yang buruk akhlaknya kepada Allah, sangat berat ia mengerjakannya atau bahkan dia tidak mengerjakannya.

  1. Menerima ketetapan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sabar dan ridha.

Tentu kita pasti mengetahui, bahwa takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala ada yang baik dan ada yang buruk. Manusia pasti tidak senang dengan sakit, miskin, bodoh, dan semisalnya. Sebaliknya dia pasti senang sehat, kaya dan berilmu, dan semisalnya. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah-Nya menaqdirkan pada hamba-Nya keadaan dan kondisi yang berbeda beda satu dengan yang lainnya. Lalu bagaimanakah sikap berakhlak mulia pada takdir yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan?

Jawabannya adalah dengan sabar, ridha, tenang dan pasrah kepada Allah. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji hamba-Nya yang berucap saat tertimpa musibah : “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”Dengan firman-Nya :

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan berilah kabar gembira bagi orang orang yang bersabar” (al-Baqarah : 155)

Maka, inilah tiga perkara yang wajib dilakukan sebagaimana bentuk kemuliaan akhlak dalam bermuamalah  dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

  1. Menerima dan membenarkan berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Menerima hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mewujudkannya dalam praktik amaliyah .
  3. Menerima ketetapan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sabar dan ridha.

Bagitu juga sebagai bentuk kemuliaan akhlak seseorang dalam bermuamalah kepada manusia, sebagian para ulama telah mendefinisikannya sebagaimana yang disebutkan oleh seorang ulama dari kalangan Tabi’in yaitu al-Hasan al-Bashri rahimahullah yang akan disebutkan di bawah ini.

Akhlak mulia kepada sesama

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah dimanapun anda berada. Iringkanlah kejelekan dengan kebaikan karena (kebaikan itu )dapat menghapus kejelekan tersebut. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia.” 2

Akhlak mulia kepada sesama hamba terkumpul pada 3 hal, sebagaimana yang dikatakan olah Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullahu:

كف الأذى، وبذل الندى، وطلاقة الوجه

“Menahan gangguan, dermawan, wajah yang ceria”3

  1. Menahan gangguan كف الأذى

Yaitu, seorang insan menahan gangguan kepada orang lain. Baik gangguan pada harta, jiwa atau kehormatannya. Raslullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“sesungguhnya darah dan harta kalian haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari ini, bulan ini dan negeri ini.” 4

Pada hadits ini jelas disebutkan larangan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengganggu seorang muslim. Karena itu merupakan keharaman. Terlebih jika gangguan tersebut ditujukan kepada orang orang yang berjasa atasmu. Semisal, orang tua, guru, kerabat, atau tetangga. Maka, keharamannya pun menjadi lebih besar.

  1. Pemurah dan dermawan بذل الندى

Menebar kebaikan ini sangat banyak bentuknya. Diantaranya, bersedekah, menyampaikan ilmu, memafkan, saling mencinta, dsb.

  1. Berwajah ceria طلاقة الوجه

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ»

“Janganlah sekali kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun. Walau sekadar berwajah ceria kala bertemu saudaramu.” 5

Berwajah ceria kepada sesama akan menguatkan hubungan cinta. Dan ini merupakan akhlak mulia kepada sesama. Berbeda halnya jika bermuka masam pasti orang akan merasa aneh dan tidak suka dengan kita.

Bagaimana Menjadi Hamba yang Berakhlak Mulia?

Berikut adalah cara cara dan upaya untuk berakhlak mulia :

  1. Dengan melihat dan mempelajari al-Quran dan as-Sunnah. Karena di dalamnya telah dijelaskan secara gamblang seluruh akhlak yang mulia atau akhlak yang tercela. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kitab (Al-Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang orang yang berserah diri (muslim)” (An-Nahl : 89)

  1. Duduk bergaul bersama orang orang shalih.
    Karena merupakan hal yang tak dipungkiri, teman sangat memberi pengaruh pada baik dan jeleknya akhlak seorang hamba. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Permisalan teman duduk yang baik dengan yang jelek bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi, bisa jadi dia memberimu minyak wangi atau engkau membeli darinya minyak wangi atau (minimalnya) engkau mendapat darinya bau harum. Adapun pandai besi bisa jadi dia akan membakar pakaianmu atau (minimalnya) engkau mendapat darinya bau tidak sedap.” 6

  1. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena doa adalah senjata utama kita.
  2. Berusaha semaksimal mungin. Ini merupakan bentuk konskuensi dari doa.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita taufik untuk dapat mengamalkan atau mendapat akhlak yang mulia. Karena dengan mengamalkan akhlak yang mulia ini seorang akan diberi kebahagian di dunia dan di akhirat. AMM, AHJ –  IBR

Sumber : Kitab al-Ilmi

Footnotes

  1. HR. Ahmad, Sahih
  2. HR. Tirmidzi, sahih
  3. Kitab al-Iman,  Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al-Harrani rahimahullah
  4. HR. Muslim no. 1218
  5. HR. Muslim no. 2626
  6. HR. al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no 2628
join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *