oleh

Abdullah bin Abbas: Sang Penerjemah al-Qur’an di Masa Nabi

Para sahabat bagaikan penjaga cahaya lentera agar tidak padam. Melalui mereka -dengan izin Allah- warisan ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kepada kita. Tidak hanya itu, para sahabat adalah generasi terbaik di muka bumi. Hal ini berdasarkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada generasiku. Kemudian generasi berikutnya dan yang berikutnya.”1

Kemuliaan Mengajarkan al-Qur’an

Di antara kemuliaan mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an adalah ia akan mendapat predikat manusia terbaik. Yang demikian selaras dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

خَيْرُكُمْ مَنْ تعلَّم الْقُرْآنَ وعلَّمه

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”2

Dengan al-Qur’an pula Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat derajat suatu kaum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِن الله يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan sebab kitab ini (yakni al-Qur’an) dan
dengan kitab tersebut pula Allah merendahkan kaum lainnya.”3

Mengenal Sahabat Abdullah bin Abbas

Dalam literatur sejarah Islam yang gemilang, nama Abul Abbas Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma banyak disebutkan dalam kitab-kitab para ulama. Beliau adalah seorang sahabat yang cerdas lagi mulia. Beliau bernama Abul Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay al-Qurasyi al-Hasyimi.4

Ayah beliau, yaitu al-Abbas, merupakan paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan ibu beliau bernama Ummul Fadhl Lubabah bintu al-Harits al-Hilaliyah.5

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah Nabi ke kota Madinah di perkampungan Bani Hasyim di daerah Syi’ib.6 Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau masih berumur tiga belas tahun.7

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa Abdullah bin Abbas adalah seorang yang berkulit putih dan memiliki postur tubuh yang tinggi.8

Berkah Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Beliau adalah seorang sahabat yang cerdas. Sejak dini, beliau telah meraup ilmu dari sumber mata air yang paling jernih, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendoakannya agar menjadi sang penerjemah dan ahli tafsir al-Qur’an.

Ketika itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang hajat. Ibnu Abbas kecil menuangkan air yang akan digunakan oleh beliau shallallahu ‘alahi wa sallam untuk berwudhu di sisi bibinya Ummul Mukminin Maimunah bintu al-Harits radhiyallahu ‘anha.

Seusai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menunaikan hajat, beliau pun keluar dan melihat air wudhu yang telah dipersiapkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?” Istri beliau Maimunah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Ibnu Abbas.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu,

اللَّهُمَّ فقِّهه فِي الدين وعلِّمه التأويل

“Ya Allah, jadikanlah ia seorang yang faqih (pakar) dalam masalah agama dan ajarkanlah kepadanya ilmu tafsir.”9

Doa mustajab dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam ini pun kemudian terbukti. Abdullah bin Abbas menjadi sang penerjemah dan ahli tafsir al-Qur’an.

Perjalanan Menuntut Ilmu Abdullah bin Abbas

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan pengalamannya dalam mencari ilmu,

“Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, aku berkata kepada seorang Anshar, ‘Mari kita bertanya kepada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sekarang mereka masih hidup.’

Orang Anshar itu pun menanggapi, ‘Aku heran, apakah engkau mengira bahwa manusia akan membutuhkanmu?’” Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu tidak menghiraukan ucapannya. Beliau pergi menemui para sahabat dan belajar (berguru) kepada mereka.

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma melanjutkan,

“Suatu hari, aku mendengar kabar bahwa ada seseorang yang mengetahui hadits Nabi. Aku pun mendatangi rumahnya, ternyata orang itu sedang tidur. Maka aku pun membentangkan selendangku sambil menunggunya di depan pintu. Debu beterbangan menerpa wajahku.

Ketika orang tersebut keluar dan melihatku, ia berkata, ‘Wahai sepupu Rasulullah, apa gerangan yang membuat Anda datang kemari? Mengapa engkau tidak mengutus seseorang sehingga aku yang akan mendatangimu?’ Aku pun menjawab, ‘Tidak. Aku lebih berhak mendatangimu dan bertanya kepadamu tentang hadits.’

Hingga akhirnya orang Anshar tadi melihat orang-orang berkumpul di sekelilingku untuk bertanya (tentang agama) kepadaku. Dia pun mengatakan, “Sejak dahulu, pemuda ini lebih cerdas dariku.’”10

Ibnu Abbas Kecil dan Veteran Badr

Sedari kecil, keilmuan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma telah diakui oleh khalifah kedua umat Islam. Dalam kitab Sahih al-Bukhari disebutkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menggabungkan Abdullah bin Abbas yang kala itu masih muda belia ke majelis yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Islam dan para pejuang veteran Badr.

Maka sebagian sahabat pun ada yang bertanya, “Mengapa Anda turut menghadirkan pemuda ini ke tengah majelis kita, padahal kami juga memiliki anak yang seperti dia?” Umar radhiyallahu ‘anhu pun menjawab, “Sungguh kalian telah mengetahui tentangnya (yaitu kecerdasannya).”

Suatu hari, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah memanggil Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma ke tengah majelis para veteran Badr untuk memperlihatkan
kecerdasan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada para sahabat, “Apa yang kalian pahami tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji nama Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (An-Nashr: 1-3)

Maka sebagian dari veteran Badr tersebut menjawab, “Kita diperintahkan untuk memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon ampun kepada-Nya, setelah Allah menolong dan memudahkan kita untuk menaklukkan kota Makkah.” Adapun sahabat yang lain mereka diam tidak menjawab.

Lantas Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pun bertanya, “Wahai Ibnu Abbas, apakah demikian?” Ibnu Abbas menjawab, “Tidak.”

“Lalu, bagaimana menurutmu?” Tanya Umar kemudian. Maka sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan, “Itu adalah tanda wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada beliau melalui firman-Nya, ‘Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan’. Kemenangan di sini adalah dengan ditaklukkannya kota Makkah. Ketika ajal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan dengan firman-Nya, ‘maka bertasbihlah dengan memuji nama Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.’”

Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tidaklah aku mengetahuinya kecuali seperti apa yang telah engkau jelaskan.”11

Pujian Para Ulama kepada Abdullah bin Abbas

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang ulamanya para sahabat yang mengakui kepiawaian Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam bidang tafsir,

“Penafsir al-Quran yang terbaik adalah Abdullah bin Abbas. Jika dia seumuran dengan kita, niscaya tidak ada seorang pun yang mencapai sepersepuluh ilmunya.”12

Seorang tabi’in bernama Masruq bin al-Ajda’ rahimahullah berkata,

“Tatkala aku melihat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, aku katakan, ‘Dia orang yang paling tampan.’ Kemudian ketika ia berbicara aku katakan, ‘Dia adalah orang yang paling pandai berbicara.’ Dan ketika Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan sesuatu, aku berkata, ‘Dia adalah orang yang paling berilmu.’”13

Abu Wa’il Syaqiq bin Salamah rahimahullah mengatakan,

“Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah berkhutbah kepada kami pada musim haji. Beliau membuka khutbahnya dengan surat an-Nur. Beliau membacanya kemudian setelah itu menafsirkannya. Aku pun berkata, ‘Aku tidak pernah melihat atau mendengar ucapan seseorang yang seperti ini. Jika seandainya Persia, Romawi, dan Turki mendengarnya, niscaya mereka akan memeluk agama Islam.”14

Al-Qasim bin Muhammad rahimahullah pernah memuji beliau radhiyallahu ‘anhuma,

“Aku tidak pernah melihat di majelis Ibnu Abbas satu kebatilan pun. Aku tidak pernah mendengar fatwa yang lebih sesuai dengan sunnah daripada fatwa beliau. Para murid beliau menjuluki beliau dengan sebutan al-Bahr (lautan ilmu) dan al-Habr (tinta).”15

Akhir Hayat Sahabat Abdullah bin Abbas

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma meninggal di Tha’if pada tahun 68 H.16 Beliau wafat pada usia 71 tahun.17 Seorang ulama tabi’in bernama Muhammad bin Ali bin Abu Thalib rahimahullah yang dikenal dengan Ibnul Hanafiyah turut menyalati sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Tatkala tanah kuburan Ibnu Abbas telah diratakan, Ibnul Hanafiyah berkata, “Demi Allah, pada hari ini telah meninggal ulama umat ini.”18

Demikianlah biografi ringkas dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sang penerjemah al-Qur’an di masa Nabi. Semoga kita semua dapat meneladani dan mengikuti jejak langkah beliau. Wallahu a’lam bish shawab. KAK-LTC/ATH

Penulis: Khalid Abdul Khaliq

Referensi:

  • Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab karya Imam Abu Umar Yusuf bin Abdullah al-Qurthubi rahimahullah.

  • Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah karya Imam Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar al-Asqalani rahimahullah.


1 Muttafaqun ‘alaih.

2 HR. Abu Dawud no. 1452 dari sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Sahih, lihat Sahih Abi Dawud no. 1036.

3 HR. Muslim no. 269-(817) dari sahabat Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Sahih, lihat Misykat al-Mashabih no. 2115-(7).

4 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/933)

عبد الله بن العباس بن عبد المطلب بن هاشم بْن عبد مناف بْن قصي القرشي الهاشم. يكنى أَبَا الْعَبَّاس

5 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/122)

أمه أم الفضل لبابة بنت الحارث الهلالية

6 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/934)

ولد عَبْد الله ابن الْعَبَّاس فِي الشعب قبل خروج بني هاشم منه، وذلك قبل الهجرة بثلاث سنين

7 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/934)

قال أَبُو عُمَر: وما قاله أهل السير والعلم بأيام الناس عندي أصح، والله أعلم، وَهُوَ قولهم إنّه ابْن عَبَّاس كَانَ ابْن ثلاث عشرة سنة يَوْم توفي رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

8 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/123)

وقال ابن مندة: كان أبيض طويلا مشربا صفرة جسيما وسيما صبيح الوجه له وفرة يخضب بالحنّاء

9 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/124)

أنه سكب للنبيّ صلى اللَّه عليه وسلّم وضوءا عند خالته ميمونة، فلما فرغ قال: من وضع هذا؟ فقالت: ابن عباس. فقال: اللَّهمّ فقّهه في الدّين وعلّمه التأويل

10 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/125)

لما قبض رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلّم قلت لرجل من الأنصار: هلمّ فلنسأل أصحاب رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلّم، فإنّهم اليوم كثير. قال [فقال]: وا عجبا لك! أترى الناس يفتقرون إليك؟ قال: فترك ذلك وأقبلت أسأل، فإن كان [ليبلغني الحديث] عن رجل فآتي بابه وهو قائل، فأتوسّد ردائي على بابه تسفي الريح علي من التراب، فيخرج فيراني فيقول: يا ابن عم رسول اللَّه، ما جاء بك؟ هلا أرسلت إليّ فآتيك؟ فأقول: لا، أنا أحقّ أن آتيك، فأسأله عن الحديث. فعاش الرجل الأنصاريّ حتى رآني وقد اجتمع الناس حولي ليسألوني. فقال: هذا الفتى كان أعقل مني.

11 HR. Al-Bukhari no. 4294 di dalam sahihnya.

كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا الفَتَى مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ؟ فَقَالَ: «إِنَّهُ مِمَّنْ قَدْ عَلِمْتُمْ» قَالَ: فَدَعَاهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ وَدَعَانِي مَعَهُمْ قَالَ: وَمَا رُئِيتُهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ مِنِّي، فَقَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا حَتَّى خَتَمَ السُّورَةَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نَدْرِي، أَوْ لَمْ يَقُلْ بَعْضُهُمْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، أَكَذَاكَ تَقُولُ؟ قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ اللَّهُ لَهُ: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ فَتْحُ مَكَّةَ، فَذَاكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا. قَالَ عُمَرُ: مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَعْلَمُ

12 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/935)

عَنِ ابْن مَسْعُود أَنَّهُ قَالَ: نعم ترجمان القرآن ابْن عَبَّاس، لو أدرك أسناننا مَا عاشره منا رجل

13 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/935)

عَنْ مَسْرُوقٍ أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ إِذَا رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قُلْتُ: أَجْمَلُ النَّاسِ. فَإِذَا تَكَلَّمَ قُلْتُ: أفَصْحُ النَّاسِ. وَإِذَا تَحَدَّثَ قُلْتُ: أَعْلَمُ النَّاسِ.

14 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/935-936)

حَدَّثَنَا شَقِيقٌ أَبُو وَائِلٍ، قَالَ: خَطَبَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ، وَهُوَ عَلَى الْمَوْسِمِ، فَافْتَتَحَ سُورَةَ النُّورِ، فَجَعَلَ يَقْرَأَ وَيُفَسِّرَ، فَجَعَلْتُ أَقُولُ: مَا رَأَيْتُ وَلا سَمِعْتُ كَلامَ رَجُلٍ مِثْلِهِ، وَلَوْ سَمِعَتْهُ فَارِسُ، وَالرُّومُ، وَالتُّرْكُ، لأَسْلَمَتْ

15 Al-Isti’ab fii Ma’rifatil Ashhab (3/936)

وقال الْقَاسِم بْن مُحَمَّد: مَا رأيت فِي مجلس ابْن عَبَّاس باطلا قط، وما سمعت فتوى أشبه بالسنة من فتواه، وَكَانَ أصحابه يسمونه البحر، ويسمونه الحبر

16 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/131)

واتفقوا على أنه مات بالطائف سنة ثمان وستين

17 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/131)

واختلفوا في سنّه، فقيل ابن إحدى وسبعين. وقيل ابن اثنتين. وقيل ابن أربع. والأوّل هو القويّ

18 Al-Ishabah fii Tamyiz ash-Shahabah (4/130)

أنّ ابن عباس مات بالطائف نصلّي عليه ابن الحنفية، فجاء طائر أبيض، فدخل في أكفانه، فما خرج منها، فلما سوّى عليه التراب قال ابن الحنفية: مات واللَّه اليوم حبر هذه الأمة